Sidang Lanjutan, JPU Tolak Eksepsi Oknum Brimob Terduga Pelaku Asusila

Sidang Lanjutan, JPU Tolak Eksepsi Oknum Brimob Terduga Pelaku Asusila
FOTO : ILUSTRASI (media lampung)

Parigi Moutong, Saurus Trans Inovasi – Ipda MKS salah satu dari 11 terdakwa pelaku asusila pada remaja 15 tahun di Parigi Moutong, mengajukan eksepsi, namun ditolak oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan yang digelar Pengadilan Negeri Parigi, pada Rabu sore, 27 September 2023. 

Ketua Pengadilan Negeri Parigi, Yakobus Manu, ditemui usai sidang, Rabu malam mengatakan, isi tanggapan JPU pada intinya menolak eksepsi dari penasehat hukum terdakwa oknum anggota Brimob.

Bacaan Lainnya

Kata Yakobus, agenda sidang kali ini seharusnya JPU menanggapi eksepsi dua terdakwa, yakni IPDA MKS, dan HR namun HR absen sidang karena sakit.

Sehingga kata dia, sidang untuk HR akan  ditunda pada Jum’at, 29 September 2023 dan pada hari yang sama, Majelis Hakim, juga akan membacakan putusan sela.

“Tapi yang agenda putusan sela untuk terdakwa HR, kami belum tahu. Kalau memang para pihak bersepakat, kita bacakan pekan depan, pada Selasa, 3 Oktober 2023,” terangnya.

Sementara itu, Jaksa Ikram, SH mengatakan, eksepsi diatur secara terbatas dalam KUHP. Pertama, pasal 561 tentang kompetensi relatif dan absolut, artinya kewenangan pengadilan mengadili.

“Apakah peradilan umum ataupun peradilan militer,” ujarnya.

Kedua, pasal 143 ayat 2, terkait syarat sahnya surat dakwaan. Formilnya, yakni pemberian tanggal, identitas, dan terdakwa. Kemudian, disusun secara cermat dan lengkap, tidak menyentuh pokok perkara.

Ia menambahkan, terhadap keberatan penasehat hukum terdakwa, JPU mengatakan, sepanjang yang dieksepsi tidak menyentuh pokok perkara, karena akan diperiksa bersamaan dengan proses perkara.

Lanjutnya, yang ditanggapi dari eksepsi itu, terkait JPU dinilai tidak cermat, jelas dan lengkap dalam merumuskan tempat terjadinya tindak pidana.

“Terkait perumusan tempat terjadinya tindak pidana, kami ambil dari fakta berkas perkara, bahwa keterangan saksi-saksi maupun terdakwa, tidak meningkat,” jelasnya.

Sehingga JPU menggunakan doktrin locus, tempus delicti bersifat alternatif, bukan limitatif, dan menggunakan frasa, atau setidak-tidaknya.

“Jadi kami jawab, sebatas diatur dalam KUHP, apa-apa saja yang dapat diajukan keberatan terhadap surat dakwaan. Di luar itu, kami tidak menanggapi,” ungkapnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *