Oleh : Fadel, S.P. (Penulis adalah Penyuluh Pertanian Lapangan UPTD Penyuluhan Kecamatan Tinombo Dinas TPHP Kabupaten Parigi Moutong)
Tinombo Selatan, Zenta Inovasi – Buat petani pedesaan atau yang tinggal di area lereng gunung, pernahkah tanaman anda yang sedang bertumbuh, tiba – tiba ketika anda bangun pagi dan melihat ke lahan, tanaman menjadi rusak seperti ada yang mencabik – cabik dalam waktu semalam.
Tentulah rasanya sangat sedih dan membuat marah bukan ? Jikalau seperti itu, penyebabnya tidak lain dan tidak bukan pasti karena serangan hama babi hutan (Suc Sucrofa).
Hasil produksi budidaya pertanian dipengaruhi oleh salah satunya adalah hama tanaman. Salah satu hama tanaman yang sering merusak produk tanaman budidaya petani khususnya petani di pedesaan ialah hama Babi Hutan atau Suc Sucrofa.
Hama ini sering menyerang budidaya tanaman pangan dan perkebunan yang ada di pedesaan atau yang berdekatan dengan hutan. Umumnya, babi hutan sering menyerang tanaman yang baru ditanam atau berusia muda akibatnya tanaman mengalami kerusakan bahkan mati.
Lantas, bagaimana cara mengatasi hama babi hutan tersebut ?. Dikutip dari berbagai sumber dan pengalaman penulis berinteraksi dengan petani di pedesaan, banyak ragam cara petani dalam mengusir hama babi hutan agar tidak menyerang lahan budidaya pertanian.
Pertama, memberikan wewangian
Babi hutan lebih mengandalkan indra penciuman yang tajam dibandingkan dengan indra penglihatannya. Apalagi, hama ini aktif mencari makan dengan merusak tanaman pada malam hari. Sehingga pemberian wewangian atau benda yang bisa menimbulkan bau dapat menjadi langkah progresif dalam mengusir hama babi hutan.
Dikutip dari Cybext Kementerian Pertanian, pencegahan hama babi hutan yakni dengan memberikan wewangian. Caranya, kain bekas dipotong menjadi beberapa bagian, kemudian dicelupkan ke dalam larutan pewangi pakaian yang banyak dijual di kios – kios terdekat. Kemudian, kain yang sudah dicelupkan larutan peangi, digantungkan mengitari samping lahan.
Cara ini cukup efektif, karena dengan aroma wangi yang ditimbulkan babi hutan akan tidak berani mendekati area lahan.
Namun, Ketika musim hujan, kain harus serimng diganti karena wangi dari larutan akan cepat hilang karena tercuci oleh air hujan.
Wewangian selanjutnya yang bisa diberikan ialah kapur barus. Caranya, kapur barus ditumbuk halus lalu dicampurkan dengan terasi. Campuran kapur barus dan terasi, digantungkan pada sekeliling lahan dengan setinggi badan babi hutan kurang lebih 30 cm. Wangi yang ditimbulkan dari kedua bahan tersebut dapat mengganggu indra penciuman babi hutan.
Kedua, memasang kaleng bekas.
Masih dikutip dari Cybext Pertanian Kementan , salah satu cara progresif lainnya yakni dengan menggunakan kaleng bekas dan mengikatnya dengan mengelilingi lahan.
Karena, selain indra penciuman, indra pendengaran babi hutan juga cukup sensitif. Sehingga dengan menggunakan kaleng bekas yang mengitari lahan maka saat babi hutan lewat, kaleng bekas akan saling bertabrakan dan menimbulkan bunyi yang bisa membuat babi hutan takut untuk masuk ke lahan.
Tiga, menggunakan Lirang (Pagar Jaring)
Salah satu langkah yang sering dilakukan petani di pedesaan seperti petani yang penulis temui di daerah Kecamatan Tinombo Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng dalam mengusir hama babi yakni dengan menggunakan lirang atau semacam pagar yang berbentuk kain jaring.
Biasanya lirang digunakan untuk lahan tanaman jagung, karena menurut petani kalau hanya menggunakan pagar biasa dari kayu atau bambu masih bisa ditembus oleh babi hutan.
Kelemahan dari penggunaan lirang ini menurut hemat penulis, yakni biaya yang harus dikeluarkan petani untuk membeli lirang atau jaring tersebut dapat mempengaruhi pengeluaran petani dalam melakukan budidaya.
Empat, menebarkan rambut. Cara ini juga dilakukan oleh petani pedesaan di Kecamatan Tinombo dalam mengatasi hama babi hutan yakni dengan melakukan penebaran rambut di sekitar lahan.
Biasanya petani akan pergi ke tukang cukur, lalu meminta atau beli rambut yang sudah dipotong. Biasanya di tukang cukur selalu ada berkarung-karung rambut yang sudah dicukur. Kemudian rambut tersebut ditebarkan secara merata di sekitar kebun atau lahan, karena menurut petani babi hutan tidak akan berani masuk ke lahan karena mencium aroma rambut manusia.
Demikianlah, beberapa cara yang menurut hemat penulis menjadi langkah progresif dalam mengatasi hama babi hutan dibandingkan dengan cara lain yang sangat beresiko tidak ramah lingkungan dan menggangu keseimbangan ekologi lingkungan. Seperti dengan memberikan racun, atau memburu babi hutan.
Untuk menjadi petani sukses memang banyak tantangan dan hambatan, Namun jika bisa mengatasi itu semua, keuntungan yang diraih pun akan setimpal. Serta peran penyuluh pertanian dalam mendampingi petani harus terus maksimal mulai dari persiapan tanam hingga panen dan pasca panen bahkan sampai pemasaran dengan tidak menghilangkan kearifan lokal yang telah dilakukan oleh petani khususnya petani di pedesaan.