Parigi Moutong, Zenta Inovasi – Pemerintah Daerah Parigi Moutong terus memperkuat program Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai salah satu indikator penting dalam penilaian menuju Kabupaten Layak Anak (KLA). Saat ini, implementasi SRA di tingkat SD, SMP, dan PAUD masih perlu diperluas, sementara pemenuhan sarana dan prasarana sekolah kini wajib mengacu pada standar ramah anak.
Plt Kepala DP3AP2KB Parigi Moutong, Kartikowati menjelaskan, bahwa inisiatif SRA merupakan cerminan kepedulian Pemda dalam memenuhi hak-hak anak dan memastikan lingkungan pendidikan yang nyaman serta terlindungi.
”Sekolah ramah anak itu adalah salah satu indikator penilaian Kabupaten Parigi Moutong menjadi Kabupaten Layak Anak, jadi dari 24 indikator salah satunya itu,” jelas Kartikowati.
Berdasarkan data, saat ini implementasi SRA ditingkat SMA masih dua sekolah, tingkat SMP sebanyak 8 sekolah, tingkat SD 7 sekolah, dan di tingkat PAUD sudah mencapai 165 lembaga.
Menurutnya, SRA memerlukan komitmen tegas dari semua pihak di lingkungan sekolah.
”Ada komitmen antara kepala sekolah, tenaga pengajar, tenaga pendidik, terus murid juga disitu dan tenaga-tenaga lainnya dalam lingkungan sekolah berkomitmen untuk tidak ada kekerasan di dalam sekolah. Sekarang bukan hanya guru ke murid, tapi murid ke murid, bullying, dan lain sebagainya marak terjadi,” ungkapnya.
Kartikowati menambahkan, bahwa tata tertib harus menjadi solusi atas kasus-kasus seperti merokok, tanpa perlu adanya kekerasan fisik.
Ia menambahkan, program ini harus fokus pada sarana fisik yang memastikan fasilitas seperti meja tidak runcing, perosotan aman, ventilasi dan bangunan kokoh, serta toilet yang layak dan terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Lanjut ia, partisipasi anak yang harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan, dan hal-hal kecil seperti keberadaan kantin sehat juga menjadi syarat.
“Kemudian kemampuan mandiri anak. Anak-anak diajarkan cara melindungi diri secara mandiri. Kami mengajarkan kepada mereka melalui guru-guru PAUD bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Jadi kita ajarkan kalau ada yang pegang itu harus teriak, harus lari, harus minta tolong, harus mengadu,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Manajemen SD Disdikbud Parigi Moutong, Ibrahim, menegaskan bahwa pihaknya telah mengintegrasikan konsep ramah anak ke dalam kebijakan pembangunan sekolah.
”Semua bantuan sarana prasarana saat ini sudah mengacu pada ramah anak,” kata Ibrahim.
Contohnya kata dia, kebijakan tersebut, diimplementasikan seperti pembangunan sekolah sudah harus memperhatikan adanya jalur disabilitas dan toilet khusus disabilitas.
Kemudian meja, kursi, dan perabot tidak boleh memiliki sudut runcing demi menghindari luka pada anak.
“Bantuan sarana prasarana sudah mengacu pada itu, sehingga di dalam Juknis DAK harus berstandar nasional SNI, itu sudah ditentukan harus ramah anak,” tegasnya.
Ibrahim menambahkan, tim konsultan perencanaan kini wajib memperhitungkan aspek ramah anak, termasuk material alat permainan edukatif baik di dalam maupun luar ruangan, untuk memastikan tidak ada besi tajam atau bahan berbahaya yang dapat melukai anak.




Alamat Redaksi :