Parigi Moutong, Zenta Inovasi — Adanya wacana pemisahan Pemilu pusat dan lokal, membutuhkan kajian yang mendalam agar tidak menimbulkan persoalan dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia.
Demikian kata Anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola, saat menghadiri kegiatan penguatan kelembagaan Bawaslu Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu, 6 September 2025.
Menurut Longki, kebijakan tersebut muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan, agar Pemilu nasional, presiden, DPR, dan DPD dipisahkan dari Pemilu lokal yakni gubernur, bupati/wali kota, dan DPRD.
“Prinsipnya saya setuju dengan pemisahan itu. Pemilu pusat dan Pemilu lokal sebaiknya dibedakan, tapi harus dipertimbangkan matang, terutama soal jeda waktu dua setengah tahun yang diusulkan,” ujar Longki.
Menurut Longki, jangan sampai ada jeda terlalu panjang karena akan menimbulkan masalah serius, salah satunya untuk menempatkan pejabat (Pj) kepala daerah terlalu lama.
“Kalau jedanya dua setengah tahun, Pj bupati atau gubernur bisa memimpin dalam waktu lama. Itu berpotensi merusak periodisasi pemerintahan lima tahunan,” tegas Longki.
Lanjutnya, ia juga akan mempertanyakan keberlanjutan masa jabatan anggota DPRD dalam skema Pemilu yang dipisahkan. Sebab, harus ada kejelasan apakah masa jabatan diperpanjang, diberhentikan, atau pengganti antar waktu (PAW).
“Hal ini harus jelas, jangan sampai aturan baru justru menabrak undang-undang yang sudah ada,” tambahnya.
Longki menekankan, pembahasan soal pemilu lokal dan desain regulasi ke depan akan menjadi agenda DPR RI pada 2026.
Karena itu, ia mengingatkan, agar seluruh pemangku kepentingan memberikan masukan konstruktif demi menghasilkan sistem Pemilu yang lebih baik.
“Kita tunggu perkembangannya tahun depan di DPR. Pemilu lokal jangan hanya jadi wacana, tapi harus menjawab kebutuhan demokrasi, dan menjaga stabilitas pemerintahan,” tutup Longki.




Alamat Redaksi :