Pasca Lahan Dibeli Perusahaan, Satgas Diminta Antisipasi Dampak Sosial

Pasca Lahan Dibeli Perusahaan, Satgas Diminta Antisipasi Dampak Sosial
Foto : Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Parigi Moutong, Muhammad Idrus (S.T.V)

Parigi Moutong, Saurus Trans Inovasi – Satgas yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah untuk menangani persoalan pembebasan lahan di Kecamatan Siniu, sudah harus mengantisipasi terjadinya dampak sosial yang akan terjadi pasca pembebasan lahan di lima desa.

Demikian kata Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Parigi Moutong, Muhammad Idrus, kepada wartawan saat ditemui di ruang kerjanya, belum lama ini.

Bacaan Lainnya

Kata Idrus, pasca pembebasan lahan smelter PT. Anugerah Tekhnik Industri (ATHI), masalah baru yang akan muncul adalah hilangnya sumber penghasilan utama warga lima desa, yang notabene sebagian besar adalah petani kebun.

“Satgas nanti mengundang secara khusus PT ATHI bahas ini. Sekarang baru dua desa mereka bebaskan, Siniu dan Sayogindano. Ada berapa warga saya tanya pekerjaan bapak sebelum ini apa? (dijawab) kebun, setelah tanah bapak di jual jadi pekerjaan pengganti apa?,” jelas Idrus.

Hal itu kata Idrus, perlu diantisipasi  secepatnya, agar warga yang lahanya dibeli sudah punya gambaran penghasilan pengganti setelah menjual kebun.

“Ini harus didampingi pemerintah, ada dampak sosial yang akan terjadi. Apa agenda perusahaan untuk orang yang sudah kehilangan pekerjaan ini,” kata Idrus.

Sebab kata dia, hasil pantauan di lapangan, ada kecenderungan warga tidak menyiapkan pekerjaan pengganti setelah menjual kebun. Atau belum memiliki perencanaan yang matang, dana hasil menjual lahan digunakan untuk kegiatan yang bisa menghasilkan.

“Ada uang hasil menjual kebun, apakah beli kebun baru atau buat usaha apa?. Kalau masyarakat yang konsumtif tidak terpikirkan itu, bagaimana selanjutnya,” ungkap Idrus.

Ia menambahkan, pemerintah daerah melalui Satgas harus serius membahas hal ini dengan pihak perusahaan. Misalnya kata dia, mendorong adanya alternatif lain yang bisa dikerjasamakan.

Menurut Idrus, jika wacana yang dibangun bersama pihak perusahaan adalah merekrut karyawan, tentu yang terakomodir disesuaikan dengan pendidikan akhir dan keterampilan. Dapat diperkirakan, hanya sedikit orang yang bisa dipekerjakan.

“Maka ada alternatif lain, misalnya berdayakan Bumdes bisa kerjasama penyediaan air galon ke perusahaan. Bantuan peralatan pertukangan (mebel) untuk bisa berkegiatan supaya mereka tetap ada pekerjaan,” urainya.

Agar hal itu bisa diantisipasi, Idrus  mengimbau agar Pemerintah Kecamatan memiliki data yang rinci, berapa Kepala Keluarga berdasarkan desa, yang telah menjual lahanya ke pihak Perusahaan. Sehingga data tersebut bisa menjadi acuan Satgas.

“Pemerintah Kecamatan tidak punya data berapa warga yang lahanya dibeli. Apa pekerjaan utamanya. Karena hak kami dipemantauan bukan dipengawasan, karena itu hak provinsi. Kami beri saran agar ini bisa dibahas khusus oleh Satgas,” tandasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *